Gigitan nyamuk menyisakan bekas merah, gatal dan selalu minta digaruk.
Kuku tangan anak itu panjang. Ada bekas borok, goresan-goresan luka akibat tangan anak itu tak tahan menggaruk gatalnya gigitan nyamuk.
Anak itu berpikir keras, berpikir tentang sakitnya kehilangan, juga masa lalu yang berdesir memutar dalam otak. Tingkat waspadanya kian tinggi,namun juga kian menggerogoti akal sehat.
Tak dihiraukanya kecoak yang berlari melintas tepat di hadapanya.
Juga suara ketukan di pintu sejak semenit lalu.
"Makan dulu nak, ibu siapkan nasi goreng untukmu", Sahut suara di balik pintu.
Anak itu juga tak menghiraukan suara itu, hanya aroma gurih yang membantunya membuka pintu kamar yang gelap.
Sang ibu kembali lima menit kemudian, mendapati anaknya melahap nasi goreng dengan kedua tanganya yang berkuku panjang. Ia mengelus rambut, melihat mata sang suami di tatapan anak itu.
Hampir saja air mata sang ibu menetes sebelum ia berpikir dalam hati, "Anak ini masih berumur sebelas. Ia sama sekali tak pantas melihat air mata jatuh banyak-banyak setelah kepergian ayahnya di medan perang"
Sambil menjilati jari tanganya yang masih terasa gurih, anak itu masuk ke dalam kamar. Ia hendak menutup pintu ketika sang ibu menengok ke dalam kamarnya.
"Kamarmu gelap nak. Jika tak ingin menyalakan lentera tengoklah ke luar jendela. Takkan ada genderuwo di sana"
Anak itu tersenyum simpul. Ia melangkahkan kaki ke kamar dan menutup pintu rapat-rapat. Ia ingat malam dimana ayah dan ibunya tidur berjajar di ranjang yang sempit. Ia masih ingin bermain petak umpet di luar rumah, sesekali menengok ke jendela untuk menentukan tempat persembunyian yang pas. Tapi sang ayah menakutinya, "Kalau main malam-malam nanti diculik genderuwo. Mereka makhluk berambut panjang, jahat dan mengerikan!". Anak itu bergidik dan pergi tidur. Sejak saat itu ia tak pernah lagi berani menengok ke jendela di malam hari.
Tapi saat ini kenangan itu membuatnya semakin frustasi saja. Di pikiranya tergambar jelas sosok ayahnya yang seorang tentara. Tubuhnya tinggi tegap. Ia tak hanya pahlawan bagi negara tapi juga panutan terhebat dalam keluarga. Anak itu memejamkan matanya dan hampir saja tertidur ketika suara bedebam keras memacu adrenalinya.
"Lari nak! Lari ke luar jendela!!!", Suara sang ibu disertai jerit dan tangis.
Langkah kaki terdengar dari luar kamar. Jeritan ibu sudah tak ada lagi. Dengan kasar dua orang serdadu asing memasuki kamarnya yang gelap. Mereka menyalakan cahaya, sisa darah segar menempel di seragam keduanya. Anyir. Hangat. Berkilauan.
Anak itu menengok ke luar jendela. Tak ada genderuwo di luar sana.
Mereka di sini, sosok mengerikan berlumuran darah ada di sini.
Genderuwo ada di dalam kamarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar