Waktu berlari secepat kilat. Mereka musuh manusia. Mereka selalu meninggalkan. Namun awan senja saat itu berbinar oranye, tersenyum ceria seolah tak peduli kesialan apa yang menimpa manusia yang disebabkan oleh waktu.
"Aku lolos seleksi beasiswa ke Massachusetts, Wan", Sahut Senja dengan senyum terkembang.
"Beneran? Syukurlah, aku seneng", Jawab Awan seraya membelai lembut rambut Senja.
Senyum Senja makin berkembang, seolah tak peduli kesedihan apa yang menimpa Awan saat ini.
Ia telah kehilangan kedua orang tuanya, juga adik dan kakaknya. Ini kehilangan yang berat.
Ia akan kehilangan Senja, semangat hidupnya.
###
Hari itu terjadi juga. Hari ketika Awan membawa koper besar milik Senja. Di bandara mereka berpelukan. Senja menangis. Awan menahan tangis. Ketika pelukan mereka merenggang Senja merogoh tas kulit miliknya dan menyerahkan kotak berlapis beludru merah marun yang terlihat usang.
"Ibuku meninggal ketika aku mengambil gelar Ners-ku di semester pertama. Ini adalah satu-satunya peninggalan beliau yang paling berharga. Aku titip ya Wan... Jangan pernah dibuka"
"Kenapa?", Tanya Awan
"Karena kalau kamu tahu apa isinya, aku jamin kamu akan ninggalin aku, Wan...", Jawab Senja masih dengan isak tangis.
Awan tersenyum, "Aku janji ga akan buka"
###
Pesawat sudah lepas landas kemudian detik dan menit bahkan dekade rasanya berjalan begitu cepat. Komunikasi Awan dan Senja tak pernah terputus. Mereka tak pernah tak baik-baik saja.
Malam itu Awan tiba-tiba teringat kata-kata Senja di bandara. Rasanya konyol kalau Ia harus meninggalkan belahan jiwanya hanya karena mengetahui isi kotak Senja.
Namun entah mengapa rasa penasaran Awan menggelayut di pundaknya, memberatkan, menyakitkan.
Dengan tergesa Awan membuka kotak itu dan mendapati secarik kertas di dalamnya.
"Awan, aku tahu suatu saat kau akan membuka kotak ini. Benda yang ada di kotak ini milik ibuku, aku mengambilnya di hari kematian ibu. Aku hanya ingin sekali memiliki kenang-kenangan tak ternilai dari ibu.
Awan, jika milikmu tak lagi berharga, aku dengan senang hati menjadikanha kenang-kenangan untukku"
Sekali lagi, Awan melirik ke dalam kotak yang dipegangnya. Ia tercengang, rasa kaget menguasainya seolah Awan terkena serangan jantung. Secara refleks Awan melempar kotak itu.
Isinya berhamburan ke luar.
Pergelangan tangan yang diawetkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar