Kamis, 20 Oktober 2016

Segelas Jus Mangga

Pertama kalinya terbangun, menyadari bahwa ternyata waktu bukan obat.

Waktu hanya kumpulan detik, menit dan jam yang terus berlalu, bukan jalan kecil berkelok kelok yang mampu membuat kita lupa akan masa lalu.

Masa lalu akan tetap disitu, hanya berjarak dua centimeter ketika kita menoleh ke belakang. Namun ia juga jauh, sangat jauh hingga tak mungkin bagi kita untuk menempuhnya kembali.

Foto di atas meja masih sama. Tiga orang wanita, dua orang pria. Kelimanya tersenyum. Itu mungkin hari paling bahagia yang pernah dilalui hingga detik ini. Dress dengan paduan warna hijau mint dan pink, juga pipi yang merona setiap kali dia berkata, "Kamu cantik"

Itu adalah hari paling bahagia yang pernah dilalui hingga detik ini.

Mungkin ini hanya pemikiran yang terlalu melankolis. Seseorang bernama logika berteriak di otak kiri.

"Ini tidak berguna! Ini tidak berguna!"

Ada juga yang berbisik lembut, berkata bahwa melirik ke belakang adalah hal yang lumrah. Ia adalah bagian tubuh yang merajai semua sistem otak. Ia bernama hati. Perasaan.

Tapi dengan senyum sinis aku menanggapinya dengan sabar, lagi-lagi perasaan harus menang. Ia membiarkan otak terus berkelana ke ujung tahun-tahun silam. Menyesali seluruh sikap kekanakan yang membuat si orang pendiam itu merasa sangat kesal.

Suatu saat aku pernah berkata pada si pendiam, "Aku ingin melihatmu marah"

Lalu aku melihatnya marah berkali-kali.

Aku juga meminta maaf berkali-kali.

Hingga kami lelah entah lelah untuk apa. Kami tak pernah membahasnya, komunikasi bagi kami artinya meluapkan emosi dan meminta maaf.

Tak pernah ada bicara empat mata. Bicara santai sambil menikmati jus dan kue coklat. Membahas masalah dengan rileks, menyampaikan pemikiran dengan hati terbuka.

Kami tak pernah melakukan itu.

Aku ingin kembali dan memesankan segelas jus mangga untuknya.

Rabu, 19 Oktober 2016

Di Dunia yang Diam

Di dunia yang diam
Sepasang mata bercerita
Tentang fenomena, tentang gosip tetangga
Apa dengan hanya sepasang mata, maka sebuah kisah akan sempurna
Dengan prolog dan ending yang dapat diterka?

Di dunia yang diam
Tangan kanan mencuri
Tangan kiri memberi
Apa kanan dan kiri adalah batasan mutlak bagi ukuran benar dan salah?

Di dunia yang diam
Tempat pemikir tersingkir
Tempat maya lebih hidup dari nyata
Tempat perempuan nakal menjadi idola
Dan perempuan baik hanya sandiwara
Lalu menurutmu aku harus jadi perempuan apa?

Di dunia yang diam
Aku hanya ingin menjadi perempuan
Di dunia yang diam

Yang hanyut dalam sajak dan syair
Berpikir larut hingga otak tergelincir
Berjingkat, menari di atas pasir

Di dunia yang diam
Di dunia yang gaduh
Di dunia apa saja biar aku berjingkat
Berjingkat, menari di atas pasir

Minggu, 16 Oktober 2016

Don't Worry, Allah is Here (Sambil Nunjuk Dada)

Anak muda rasanya nggak afdhal kalau nggak galau. Mulai dari bangun tidur aja udah galau. Bangun? Atau tidur lagi?? Apalagi kalau kita tinggal di Bandung. Adzan shubuh hujan rintik-rintik, dingin, romantis. Pengenya tarik selimut aja lagi. Tidur lagi. Mimpi ketemu dia yang entah siapa :p

Galau mungkin berkaitan erat dengan bisikan syetan (iya gitu?). Kayanya sih iya kalau galau kita urusanya dunia. Nggak kelar-kelar. Capek mikirinya. Insomnia. Stress. Nafsu makan berkurang. Overthinking!

Jadi gimana dong, sister akhwat dan brother ikhwan?

Denger-denger sih galau itu berawal dari terlalu banyak berpikir dan kurang berdzikir. Jadi kalau otak kita berputar di masalah yang itu melulu, coba tengok deh apakah kita selalu menautkan hati dan masalah kita pada Illahi Rabbi?

Ini bukan ceramah. Bukan wejangan. Apalagi mantra buat menggandakan uang. Cuma tulisan seadanya yang lebih pas banget buat diri sendiri. Berusaha memanajemen otak dan hati adalah cara paling efektif meredakan syndrome galau akut. Jadi yuk, mari kita sama-sama banyak berdzikir, beristighfar, dan membaca ayat-ayat-Nya agar Allah tak segan memberikan ketenangan di hati kita :)