Di sebuah serial animasi dengan anak kecil botak bertanda panah di kepalanya, diceritakan bahwa keseimbangan alam dirusak oleh negara api.
Kenapa harus api?
Bukan air?
Bukan tanah?
Bukan udara?
Sebagian manusia juga percaya bahwa balasan bagi kejahatan manusia di muka bumi adalah neraka-yang bahan dasarnya adalah api.
Api.
Api.
Lagi-lagi api.
Api telah menjadi simbol kerusakan. Mereka menghanguskan, merampas, membuat yang awalnya indah menjadi sisa abu yang perih di mata.
Tapi tahukah kita bahwa di dalam tubuh ini tersimpan api, mereka terbungkus apik dalam jaket antipanas, menyala dengan tenang dan aman, menghangatkan tubuh yang lelah kehilangan gairah.
Api itu emosi, keinginan, luapan perasaan terdalam yang terkubur rapi di sudut hati.
Hati-hati menjaga api. Di dalam nyalanya yang redup ia menghangatkan, di dalam nyalanya yang terang ia menghancurkan.
Ketika menghancurkan api itu akan menyebar, menjalar dari hati ke empedu, ke otak, ke paru-paru. Tanpa ampun mereka menghanguskan akal sehat, mengaburkan logika. Kita bisa kehilangan diri sendiri ketika panas api telah sampai pada titik ini.
Kepada Sang Pengendali Api, berdoalah. Berdoa agar Ia senantiasa menjaga api dalam diri kita tetap redup menghangatkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar