Cekungan malam di titik tengah. Batas indera meredup sayup, tersedot buaian aktivitas di siang benderang.
Genderang hening ditabuh keras tanpa suara. Raga dan ruh menyatu tetapi mereka terekstraksi. Lalu ruh yang ringan itu melayang ke atas, membuka tabir di belakang hidup nyata.
Mereka juga nyata pada awalnya. Bergerak dengan jantung yang sama seperti yang saat ini berdetak. Terlalu banyak rasa yang mengelilingi. Warna-warna merah muda juga hijau keemasan. Seperti tak lelah berlari, jatuh kemudian bangkit lagi dengan corak senada. Aku masih saja ingat bekas luka dari lutut yang berdarah dan sobek.
Tadi pukul dua puluh tiga tiga puluh kabut tipis berarak di kaki gunung, menandakan udara begitu dinginya. Tapi rekahan memori bahkan menusuk ke kulit lebih dingin lagi. Mereka merembes perlahan ke alam mimpi, menjadi refleksi paling presisi untuk rekahan pagi di esok hari.
Refleksi itu sekali-sekali.
Reparasi setiap hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar