Kamis, 25 Agustus 2016

Berat

Berat.

Kata sifat.

Seperti juga kata ganteng dan cantik, "berat" juga bersifat relatif.

Mendengar kata "berat" entah mengapa selalu dikaitkan dengan beban hidup. Keluh kesah dalam menapaki beban hidup seolah menjadi sarapan pagi, makan siang, dan menu dinner paling hits di semua kalangan. Semua individu berlagak paling menderita, paling resah susah gelisah atas beban maha berat yang bersarang di pundaknya.

Media sosial juga sangat mendukung aktivitas keluh kesah ini. Coba deh buka akun twitter, instagram, facebook atau apapunlah yang lagi ngehits. Sekali lagi amati, most people of the day kebanyakan melakukan dua hal di akun media sosialnya. Pertama, nyombong. Kedua, ngeluh.

Salah? Tidak juga, sih. Hanya saja kebiasaan keluh kesah membuat sebuah pola di alam bawah sadar kita bahwa apapun masalah yang terbentang di hadapan kita adalah sesuatu yang sulit dan kita tak memiliki kemampuan untuk mendominasi apalagi mengeksekusinya.

Dan sekali lagi, berat itu relatif. Beban hidup dan anugerah adalah definisi yang timbul dari perspektif diri dalam menyikapi suatu keadaan yang tidak menguntungkan.

Saya jadi teringat quotes yang menjadi cikal bakal tulisan ini. Tertulis dengan bordiran sederhana di jaket salah satu santri Daarut Tauhid. Quotes yang bukan dicetuskan oleh seorang motivator ternama sekaliber Om Mario Teguh, bahkan saya juga nggak kepikiran buat nyimpen quotes di punggung jaket 😝😝😝

Quotes itu amat sederhana tapi kok rasanya "jleb" banget di hati. Quotes itu hanya terdiri dari satu kalimat.

"Pribadi tangguh pantang mengeluh"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar