Minggu, 06 November 2016

Itu Mawar Merah Asli

Aku meminta izin
Untuk menjatuhkan hati disitu,
Di tempat kau berdiri menanti kereta lewat yang tak juga berhenti.
Buket mawar merah ada di genggamanmu. Kelopaknya sudah layu dan meninggalkan berkas kecoklatan di setiap sisinya.

Di stasiun yang mulai kosong, aku menatapmu dari ujung kaki ke ujung kepala. Pria di sebelahku masih berceloteh, kata-katanya segar tapi ekspresinya datar. Aku tak pernah bosan mendengarnya bicara, seperti ia juga tak pernah bosan menatap tajam ke dalam mataku.

Sesekali pria itu memintaku untuk balik metapanya. Aku mengaguminya setinggi langit, tapi langit tak pernah jadi tinggi ketika aku berada di atas awan.

Aku mengaguminya, selalu terpesona dengan pria itu apapun yang ia lakukan. Tapi saat ini bukan pria dengan rambut yang baru tercukur itu yang jadi pusat perhatian. Tapi itu kau, lelaki dengan mawar merah layu di genggaman.

Suara kereta terus berisik, namun tak ada satupun yang berhenti tepat di hadapanmu kemudian merubah warna pipinya menjadi merona ketika kau menyodorkan mawar itu padanya.

Langkahku menghampirimu, kuraih buket itu dan mendekatkanya ke hidung.

Mawar merah yang layu dan tidak wangi.

Itu mawar merah asli.

Bukan bunga plastik yang tak bisa layu.

Atau bunga mawar asli yang diberi parfum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar